iluhnuna

Bukan Seleraku Tapi Syukur Jadi Ibu Rumah Tangga

5 komentar

menjadi-ibu-rumah-tangga-bukan-selera-tapi-syukur

Sejujurnya menjadi ibu rumah tangga bukanlah seleraku dari awal. Bahkan dari kecil aku ngga pernah sekalipun punya keinginan menjadi ibu rumah tangga. Bayanganku dari dulu ketika aku sudah punya anak aku tetap akan bekerja, menjadi wanita karier. 

Apalagi aku yang tamat SMA langsung bekerja dan merasakan penghasilan dua jutaan. Bahagia dong yang dulunya cuma bisa minta kini bisa megang uang segitu banyaknya dari hasil sendiri. Ditambah lagi aku juga memutuskan lanjut kuliah dengan biaya sendiri. Uang dari hasil jerih payah tersebut. 

Ketika keadaan membuatku mau tidak mau harus menjadi ibu rumah tangga aku suka berdialog dengan diri sendiri. "Kalau aku tau akan menjadi ibu rumah tangga pada akhirnya buat apa aku susah-susah kuliah". Tapi diriku yang lain menjawab bahwa aku tidak boleh punya pikiran seperti itu. Seolah olah ada dua orang dalam diriku yang satu berusaha menjatuhkanku dan satunya lagi memberi semangat dan motivasi untuk bertahan dan menjadi ibu rumah tangga yang bahagia.

Ini sebenarnya postingan curhatan sih. Karena ya sampai sekarang aku sendiri masih kepengen kerja seperti dulu. Cuma kalau kerja lagi ada hal lain yang harus dikorbankan. Apalagi kondisiku kini serba jauh dari keluarga, saudara bahkan mertua. Jadi ya bener-bener cuma hidup dengan keluarga kecil ini di perantauan. Banyak sedihnya sih pasti. Apalagi kalau ada suatu kondisi yang rasanya butuh banget bantuan.

Jadi aku mau buat postingan ini buat pengingat aku kalau hasrat ingin bekerja itu kembali lagi. Dan dia memang sering kembali sih 


Ngga Pusing Minta Ijin Atasan

Enaknya jadi ibu rumah tangga itu yang pasti tidak terikat waktu bekerja. Tapi ya kerjaan selalu ada 24 jam. Bedanya kalau ibu bekerja punya waktu yang pasti yaitu kerja dari jam 8 istirahat jam 12 atau jam 1 lalu pulang jam 4. Normalnya sih begitu. 

Aku jadi ingin cerita  mengingat awal-awal melahirkan dan masih bekerja.  Ijin yang ku dapat untuk melahirkan hanya 1 bulan. Jadi disini aku bilangnya ijin ya bukan cuti.  

Bayinya ini lahir lebih lambat dari HPL. Jadi ketika dia lahir 2 minggu setelahnya aku harus kembali bekerja. Dan yang bikin aku mau nangis ketika kembali bekerja ada yang "menyalahkan" kenapa aku ngambil ijinnya jauh-jauh hari. Padahal sebelumnya aku sudah sempet cerita dengan orang ini dan dia tidak memberi masukan apapun ketika aku akan ijin ke atasan. 

Tapi ketika aku kembali bekerja yang hanya dapat istirahat 2 minggu pasca melahirkan dia justru bilang harusnya ambil ijin ketika udah sakit perut. Bagi aku yang baru menjadi ibu dan itu adalah pengalaman pertama melahirkan tentunya aku masih berpatokan dengan HPL yang diberikan dokter. 

HPL dari dokter adalah akhir bulan. Dan aku sudah mengambil ijin mendekati HPL tersebut, tapi ternyata si bayi lahirnya di awal bulan berikutnya. 

Proses melahirkanku juga tidak mudah. Mulai dari kontraksi sampai bayi itu lahir berlangsung hampir 23 jam. Beruntung bidan yang menanganiku sangat baik. Aku diijinkan menginap di rumah yang sekaligus tempat prakteknya saat aku masih bukaan 2 dan itu malam hari.

Mungkin bidannya juga kasihan kalau aku harus bolak balik. Karena rasa mulesnya udah lumayan juga saat itu. Ketika lahiran juga bidannya harus sampai mendatangkan dokter. Jadi ya aku lahiran di rumah bidan ditangani dengan bidan dan dokter. 

Bahkan ada yang komentar kalau aku melahirkan normal tapi ceritanya "heboh" udah kayak operasi. Dan memang saat itu suamiku diberi pilihan apa mau dirujuk ke rumah sakit? tapi karena kondisiku yang sudah seperti itu akan ada resiko juga ketika perjalanan ke rumah sakit. Dan kalau saat itu aku dibawa ke rumah sakit sudah pasti akan langsung di caesar, Cerita ini juga aku taunya jauh-jauh hari setelah melahirkan.  

Masa-masa awal jadi ibu baru itu jujur sungguh membingungkan. Belum lagi mendengar komentar sana sini yang lebih banyak bikin down tapi harus dihadapi dengan senyuman. 

Setidaknya aku masih bisa bersyukur ibuku bisa membantuku merawat si bayi dan menjaganya ketika aku pergi bekerja. Tapi terkadang ibuku juga punya urusan lain yang mengharuskan dia pulang kampung meninggalkanku sendiri dengan anakku. Nah disinilah letak kebingungan untuk ijin dari kantor. Karena kantorku tidak bisa memberi ijin segampang membalikkan telapak tangan walaupun hanya sehari.   

Ketika kini aku jadi ibu rumah tangga dan ingat masa-masa itu, setidaknya sekarang udah ngga pusing lagi minta ijin ketika anak sakit, atau anak lagi ngga ada yang jagain. Dan bentar lagi mau masuk ke tahap antar jemput anak. Pada saat seperti ini rasanya bersyukur jadi full time mom. 


Menemukan Ide dan Mengembangkan Kemampuan Baru

Memutuskan resign dan kini dirumah saja tentunya tidak mudah pada awalnya. Rutinitas yang biasanya pergi pagi pulang sore dan bisa bercengkrama dengan teman tiba-tiba berubah. Pagi-pagi ketika anak sudah selesai mandi dan lain-lainnya. Apalagi kalau anak masih bayi banyak waktu kosong, itu yang bikin bingung harus ngapain untuk membunuh waktu. 

Kalut, bingung dan stress sudah pasti. Apalagi keputusan resignnya bukan karena ikhlas dari dalam diri sendiri tapi karena keadaan yang memaksanya. Akhirnya aku menemukan dan memutuskan terjun ke dunia blogging. 

Memulai belajar dari awal untuk mengembangkannya. Sampai sekarangpun masih belajar menulis dan ngeblog. Sampai tau istilah-istilah blogging dan ngga nyangka bisa bikin domain dot com. Jadi yang selama ini taunya apa-apa nyari di google kini bisa berkontribusi ke google juga.

Selain itu alhamdulilahnya aku bertemu komunitas belajar bahasa Korea yang saat itu membuka pelajaran buku 2 secara gratis. Jadi aku bisa melanjutkan belajar bahasa Koreaku naik satu tangga lah ya. 

Sekarang sih sudah masuk ke buku 3 eh malah akunya mendeg di tengah jalan karena bentrok di jadwal dan rutinitas bersama anak usia balita. 


Sawang Sinawang

Ini merupakan sebuah ungkapan dalam filosofi jawa yang artinya tentang perilaku membanding-bandingkan kehidupan diri sendiri dengan orang lain. Pepatah ini mengandung ajaran untuk tidak membanding-bandingkan kehidupan seseorang dengan orang lain. Karena apa yang dipandang belum tentu seindah atau semudah yang tampak (sumber:Wikipedia)

Saya bukan orang jawa jadi itu adalah pengertian dari sumber yang didapat, kalaupun salah mohon dikoreksi. Saya tau istilah ini dari status teman dan padanan katanya enak didengar aja. Jadi masih nyantol di telinga. 

Ya mungkin itu adalah gambaran yang tepat untuk menggambarkan kondisi masa kini. Aku yang ingin jadi wanita karier harus mengubur keinginan itu dan jadi ibu rumah tangga. Tapi ada juga wanita karier yang justru ingin jadi ibu rumah tangga tapi tak bisa. Dan pastinya ada juga ibu yang memutuskan meninggalkan kariernya untuk menjadi ibu rumah tangga. Bisa ngga itu dimasukkan dalam istilah "urip kuwi mung sawang sinawang". 

Aku juga pernah baca postingan blog mba novarty yang bikin aku jujur aja kaget banget sih dimana dia lebih memilih untuk resign dari kerjaannya dan memilih jadi ibu rumah tangga demi anaknya. Apalagi kerjaannya ini adalah impian semua orang ya. 

Akhirnya kembali lagi hidup itu memang adalah sebuah pilihan. Dan pilihan itu ada ditangan kita. 

De Eka
프라나와 엄마. KDrama Lovers. Jung Yong Hwa fans. Bucinnya Suga & Jekey!

Related Posts

5 komentar

  1. Setuju nih, mb. Hidup sawang sinawang, dan semua kembali kepada diri. Mau jadi wanita karir, mau jadi ibu rumah tangga semua ada jalan rezekinya. Bedanya rezeki ibu rumah tangga lebih banyak nikmatnya, apa? Nikmat bisa memantau setiap waktu perkembangan anak, tau tingkah polah lucu anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih jadi pertumbuhan anak terpantau. Terutama makannya sih

      Hapus
  2. hidup emang sawang sinawang hihi bener juga. yang lagi ngejalanin a pengen b, yang lagi ngejalanin b pengen a. namanya juga manusia hehe semangaattt mbaakk 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihi kayak rumput tetangga ya mbk. Kayaknya hijau banget

      Hapus
  3. Halo mbk... Salam juga. Iya mbk bener. Coba kalo balik kerja pasti ya kepikiran rumah dan anak. Kalo dirumah kepikiran kerja lagi.

    BalasHapus

Posting Komentar